MENGEKANG PERUT

Oleh : Roro Elis (Ida Listyarini)
Pernah dimuat di KR

Puasa pada hakekatnya adalah menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu. Namun yang tampak atau ditonjolkan pada ritual puasa adalah menahan makan dan minum. Sebenarnya hampir segala jenis aktivitas hidup berawal dari perut, dalam hal ini makan dan minum. Makanan dan minuman menghasilkan energi untuk kehidupan. Tanpa makan dan minum makhluk hidup akan mati.

Demikian pula dengan segala bentuk nafsu. Nafsu merupakan salah satu bentuk aktivitas hidup. Di mana nafsu terkait dengan emosi. Emosi dikendalikan oleh sistem saraf dan otak. Kerja dari sistem saraf dan otak sangat dipengaruhi oleh adanya suplai energi, yaitu yang berasal dari asupan makan dan minum kita. Keteraturan makan dan minum dapat menghasilkan keteraturan pola kerja saraf dan otak, salah satunya di dalam mengendalikan rangsang emosi. Rangsang emosi selanjutnya termanifestasi ke dalam sikap tubuh kita. Emosi dalam bentuk amarah dapat menimbulkan gerakan memukul, melawan, menyakiti. Emosi kasih sayang dapat menghasilkan keinginan membelai, memberi.

Pada saat puasa lambung kita diberi jeda waktu untuk istirahat. Hal ini memicu keteraturan kerja beberapa hormon dalam tubuh kita, salah satunya yang berhubungan dengan pengaturan emosi, misalnya pengaturan hormon-hormon stress seperti adrenalin dan kortikosteroid. Selain itu pada saat sistem pencernaan istirahat, pulsus darah ke jantung menjadi lebih stabil sehingga tekanan darah kita tidak meningkat. Kestabilan kerja jantung di dalam memompa darah akan mempengaruhi proses metabolisme dan kerja sel- sel otak dan saraf, antara lain hipotalamus yang berperan di dalam mengatur segala kegiatan yang berkait dengan emosi.

Menahan makan dan minum pada saat puasa sebenarnya tidak sama dengan membiarkan perut merasa lapar dan leher merasa kering. Melainkan lebih menekankan kepada pengaturan dan pengistirahatan sementara sistem pencernaan kita. Oleh karena itu di dalam aturan berpuasa, disunatkan untuk mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka puasa, serta tidak disarankan untuk meninggalkan sahur dan atau berbuka, karena sebenarnya jarak waktu antara akhir sahur dengan awal berbuka puasa sudah diatur sedemikian rupa disesuaikan dengan interval waktu yang diperlukan oleh lambung di dalam proses pengosongan isi lambung. Sehingga apabila kita mengikuti ketentuan mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka puasa dengan porsi makan-minum yang cukup tidak lebih dan tidak kurang, maka insya Allah kita tidak akan kelaparan maupun kehausan. Apabila kita sampai kelaparan atau kehausan, justru tujuan puasa mengekang nafsu malah tidak mencapai optimal karena pada kondisi lapar dan haus yang berlebih, maka justru tingkat emosi kita mulai menaik dan kontrol diri kita mulai melemah.

Oleh karena itu apabila di dalam ibadah puasa khususnya dalam menahan nafsu makan dan minum kita jalankan sesuai dengan syariat dengan niat ikhlas, maka insya Allah kita dapat sekaligus mengurangi gejolak emosi kita. Ditekankan dengan niat ikhlas karena niat atau kemauan merupakan salah satu bentuk keyakinan, di mana keyakinan menimbulkan kekuatan dan kemampuan di dalam mencapai suatu tujuan.

Kemudian hikmah puasa selain mengekang hawa emosi yang negatif (marah, mencuri, berbohong, dll) adalah timbulnya emosi positif, yaitu rasa kasih dan sayang kepada sesama. Rasa kasih sayang ini muncul oleh adanya ketenangan yang disebabkan keteraturan pola metabolisme dan pencernaan. Rasa kasih sayang ini pula lah yang akan menumbuhkan dorongan untuk menyantuni kaum dhuafa, toleran kepada umat beragama yang lain serta sikap positif lainnya.

Jadi, untuk menyempurnakan ibadah puasa, jalan terbaik adalah dengan mengikuti segala tata aturan puasa yang telah disyariatkan oleh agama dengan baik dan benar. Insya Allah kita akan mendapatkan hikmah dan manfaat dari puasa yang kita lakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENALU KEDONDONG PACU IMUNITAS PENGIDAP KANKER

MANFAAT AIR ZAM-ZAM

10 Perempuan Inspiratif NOVA